Sunday, April 27, 2008

Refleksi Miranti X-1/20

Setelah mewawancarai salah seorang narasumber(Ibu Nasidah) yang saya dan Astrid nilai sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Ibu Cecil, saya merasa turut prihatin.
Setelah mendengar sendiri kisah perjuangan Ibu Nasidah untuk membiayai hidup lima orang yang semuanya bergantung pada Ibu Nasidah sendiri. Ibu Nasidah tabah menghadapi menantunya yang pengangguran dan putranya sendiri yang juga seorang pengangguran. Perihal semacam ini memang cenderung menimbulkan rasa marah dan kesal. Namun setelah beberapa tahun, kehidupan Ibu Nasidah juga tetap demikian, menanggung beban hidup banyak orang sendirian. Bayangkan, betapa berat menghadapi semua itu.
Pelajaran yang bisa saya dapat dari cerita Ibu Nasidah, saya semakin menghargai jerih payah orang tua untuk menghidupi saya dan kakak-kakak saya. Demikian saya juga sadar bahwa dari jenjang yang paling awal saya sudah harus berusaha agar di masa depan bisa memperoleh penghidupan yang layak (mendapat pekerjaan yang baik), sehingga bisa hidup berkecukupan dan dalam damai Tuhan. Amin.

Saturday, April 26, 2008

KEHIDUPAN DI SEKITARKU

KEHIDUPAN DI SEKITARKU

Sabtu, 19 April 2008.

Siang itu, jam menunjukkan pukul 12.30. Sekolah tampak sepi karena sebagian besar muridnya sudah pulang ke rumah masing-masing. Tampak seorang ibu berumur sekitar 40-50 tahunan sedang merapikan majalah-majalah dagangannya. Ibu itu adalah seorang pedagang majalah. Sehari-hari ia berjualan di SMA Santa Ursula. Pada waktu usianya masih belia, ia merantau ke Jakarta dari daerah asalnya, Magelang dengan harapan bisa mengubah nasib di Jakarta. Beberapa tahun setelah ia menetap di Jakarta, ia bertemu dengan seseorang yang saat ini menjadi suaminya. Setelah menikah ia berjualan majalah dan komik di SMA Santa Ursula. Penghasilannya dari berjualan ini sangatlah pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anaknya yang pertama (19 tahun) tidak bisa melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya, sehingga anaknya langsung bekerja dengan gaji yang dapat digunakan untuk biaya pendidikan adiknya. Sedangkan anaknya yang kedua (15 tahun), saat ini masih duduk di bangku SMA sebuah sekolah negeri di daerah cempaka putih. Meskipun hidupnya sangat pas-pasan dan mungkin dapat tergolong kurang, ia dapat menjalaninya dengan penuh semangat dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Refleksi Reina X1-1:

Ketika saya selesai mewawancarai ibu ini, saya jadi merasa kalau saya ini sangat beruntung. Saya tidak perlu bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan hidup, dapat sekolah di sekolah swasta yang bagus, dan dapat hidup berkecukupan. Kalau sebelum-sebelumnya saya sering sekali membeli sesuatu yang tidak penting, untuk kedepannya saya akan lebih menghargai uang. Karena ternyata uang yang begitu sulit untuk dicari. Saya juga menjadi sadar, bahwa di sekitar saya masih banyak orang lain yang harus bersusah payah untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Karena itu saya harus lebih dapat menghargai hidup saya yang sudah berkecukupan.

Refleksi Valie X1-28 :

Apa yang ada di benak saya berbeda dengan kenyataanya. Awalnya saya mengira, ibu ini tergolong yang mampu. Ternyata setelah di wawancarai, mereka dapat digolong sebagai warga yang kurang mampu. Untuk mencari hidup yang lebih baik, ibu tersebut pindah ke Jakarta, meninggalkan keluarganya di desa. Anaknya yang berumur 19 tahun, tidak kuliah karena tidak memiliki biaya pendidikan yang setiap tahun tentunya meningkat. Saya harus benar-benar besyukur, sudah di beri penghidupan yang layak, diberi keluarga yang tergolong lebih dari cukup, dan diberi fasilitas yang serba mencukupi. Inilah kehidupan diluar kita. Diluar, tetapi dekat dengan kita. Semoga dengan wawancara ini, saya dapat mengerti bahwa kehidupan ini tidaklah semudah apa yang kita duga. Hargai dan bersyukurlah apa yang telah diberi oleh Tuhan hingga detik ini.

Refleksi Jane X1-12

Setelah wawancara dengan Pak Abun dan Pak Joko, saya jadi merasa bahwa selama ini saya masih belum benar-benar menyadari tentang kemiskinan. dan sekarang rasanya kami semua diajak untuk melihat sendiri kemiskinan yang ada di tempat2 sekitar kami. Karena kami sebagai anak SMA biasanya hanya melihat kehidupan di sekitar kami yang cenderung menengah keatas, dan jarang yang melihat golongan menengah kebawah. Dengan adanya tugas ini saya menjadi melihat sendiri kemiskinan yang terjadi di jakarta saat ini, dan saya merasa sangat malu karena selama ini saya hanya bisa mengeluh dan selalu meminta lebih. Setelah wawancara ini saya jadi merasa disadarkan bahwa kita tidak boleh hanya melihat ke atas tetapi kita harus melihat kebawah juga, karena bagaimanapu keadaan kita, pasti ada orang yang lebih dan kurang daripada kita.
Saya juga jadi lebih menghargai uang karena sekarang saya melihat betapa sulitnya mencari uang. Biasanya saya hanya meminta kepada orangtua tanpa memikirkan bagaimana orangtua susah payah mengumpulkan uang dan saya hanya dapat meminta dan ngambek. Sekarang saya berusaha untuk tidak terlalu banyak meminta hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Dengan wawancara ini saya mendapat banyak hal positif yang berguna bagi saya.

refleksi irene x1-11

REFLEKSI

Seorang penjual nasi goreng pinggir jalan yang saling membantu dalam bekerja membuat saya berpikiran terbuka. Sering kali saya selisih paham dengan saudara saya namun saya sadar bahwa ketika saya mengalami kesulitan oranng yang selalu siap sedia membantu saya tanpa pamrih adalah keluarga. Keluarga saya selalu mendukung setiap langkah yang saya tempuh serta membantu saya ketika saya dalam kesulitan. Mulai sekarang saya akan berusaha mengalah jika terjadi selisih paham karena saya yakin keluarga lah yang paling penting dalam kehidupan setiap orang.


Mereka setia terhadap pekerjaan mereka, meskipun banyak duka yang mereka alami dalam menjalani pekerjaan tersebut. Begitupun dalam kehidupan saya, saya harus lebih berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani kehidupan. Saya termasuk orang yang cepat bosan. Namun saya harus dapat meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya dapat melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan serius tanpa pernah ada kata menyerah yang terlontar dari mulut saya karena saya yakin saya bisa melakukan sesuatu jika didasari oleh niat dan tekad yang kuat.

Saya termasuk orang yang berkecukupan namun sering kali saya mengeluh dan tidak puas dengan apa yang saya miliki. Saya kagum dengan bapak udin, bapak kiki dan bapak oong. Mereka termasuk golongan menengah kebawah namun mereka selalu bersyukur seberapa banyak penghasilan yang mereka dapat dalam satu hari, yang terkadang kurang memuaskan. Dengan sikap dan rasa ketidak puasan saya itu saya sadar bahwa masih ada orang yang lebih kekurangan dari pada saya. Sekarang saya juga harus lebih menghargai makanan karena sering kali saya tidak menghabiskan makanan saya. Saya menyadari bahwa masih banyak orang yang membutuhkan makanan, sedangkan saya yang diberi kesempatan untuk makan mengapa saya harus membuangnya?


Oleh karena itu tugas yang diberikan dalam mata pelajaran agama kali ini dapat lebih membuka hati saya karena saya dapat memandang hidup dari kacamata masyarakat umum yang kurang mampu dalam ekonominya. Sekian refleksi singkat dari hasil wawancara saya, saya berharap akan selalu bermanfaat dalam hudup saya dikemudian hari.

refleksi religiositas astrid 22

Saya mewawancari ibu Nasidah, seorang tukang cuci dengan 7 orang anak. Saya merasa ia seorang yang cukup terbuka dan baik. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia juga berjualan.
Menantu lelakinya yang pengangguran pun ia hidupi. Menurut saya, jika ia dapat menerima hal tersebut, begitu besar hatinya. Saya cukup prihatin mendengar cerita ibu Nasidah, ia mengaku bahwa untuk masuk ke dalam rumahnya saja ia sudah kesulitan dan harus membungkuk. Malah untuk meninggikan rumahnya saja merupakan harapannya yang paling ia ingin wujudkan. sebagai orang kekurangan di Indonesia, pasti sangat sulit menopang hidup yang begitu berat. Walaupun sudah banyak subsidi yang ada, itu tidak sepenuhnya menolong. Saya merasa begitu bersyukur dilahirkan oleh orangtua yang berkecukupan dan malah terkadang saya dapat memenuhi keinginan-keinginan lain saya diluar kebutuhan pokok. Padahal , hal tersebut sebenarnya hanya untuk memenuhi gaya hidup sebagai orang yang tinggal di ibukota. Makan dengan harga yang mahal misalnya. Sebenarnya dengan 5000 rupiah saja kita sudah dapat kenyang, namun kita bisa menghabiskan 10x lipat uang itu untuk sekali makan. Maka dari itu, saya berusaha untuk selalu tidak boros dan juga selalu bersyukur atas berkah Tuhan pada saya dan keluarga saya. Saya memang terkadang egois untuk memenuhi kebutuhan, rasanya jika tidak mendapatkan apa yang saya inginkan saya sungguh kecewa dan marah, padahal orang-orang lain saja sudah susah untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Susah memang menahan diri, namun kita harus belajar. Dari wawancara tesebut saya juga dapat belajar sedikit. Memang tidak dapat mengubah saya sepenuhnya dan membuat saya langsung menjadi baik, namun ada hal yang membuat saya semakin tahu dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi saya. Semoga saya bisa semakin bijaksana dalam menjalani keseharian saya kedepan.

jashinta X1/13 & Irene X1/11

WAWANCARA
penjual bakmi pi
nggir jalan


Sabtu, 26 April 2008, Kami mewawancarai penjual bakmi goreng

yang membuka sebuah kios dipinggir jalan, tepatnya di depan sekolahan Santa Maria, Jakarta Pusat. Penjual itu bernama bapak Udin. Bapak Udin mengaku sudah berjualan di tempat itu selama bertahun tahun. saya mah sudah menjamur di tempat ini.. orang udah dari tahun ..” Ucap bapak Udin sambil senyum-senyum.

Setelah beberapa saat kami mewawancarai bapak Udin, Saudaranya yang bernama Oong dan adiknya yang terkecil, Kiki datang. Mereka terlihat seperti habis mencuci mangkok2 dan gelas bekas pembeli yang makan di tempat itu.

Kami mulai bartanya sedikit2 tentang kehidupan mereka, dan mereka pun menjawab pertanyaan kami dengan ramah. Begitu kami bertanya sedikit, mereka langsung menjwab dengan semangat dan lengkap. Dari pertama kali bapak Udin yang memiliki ciri khas selalu menaruh sebuah lap di bahu kanannya menjelaskan bagaimana awalnya beliau dapat berjualan di tempat itu sampai keadaan keluarganya yang sekarang menjadi lebih baik setelah ia berjualan di tempat tersebut. “kalo dulu, saya benar2 kesusahan dalam mencari uang, tapi sekarang sih udah mending lah, paling ga udah ada penghasilan tetap dari jualan disini....”

Mereka juga menceritakan bagaimana masa kecil mereka. “...ya saya ingat betul dulu Kiki jadi tidak melanjutkan smp nya karena kita sekeluarga yaaa emang ga bisa menyukupin gitu buat dia sekolah, jadi terpaksa, dia kami ajak berjualan disini deh..” ucap Oong kakak Kiki. Pada saat itu, Kiki malah tertawa2 cengengesan :p

Setelah kami tanya tanya sedikit mengenai penghasilan, mereka langsung menceritakannya “Kalau masalah itu untuk sekarang ini si sudah lumayan lah, paling tidak kann untuk makan hari ini sampai 2 hari kedepan masih bisa.. Cuma kalau untuk keperluan yang gede gede gatau juga deh..haha”

Habis itu kami mengucapkan terimakasi kepada mereka. Setelah kami memutuskan untuk pulang, tiba-tiba kami ingin membeli bubur kacang hijau yang dijual disitu, dan akhirnya kamipun makan sebentar lalu baru pulang :D

Jashinta X1/13 & Irene X1/11

refleksi Jasinta X1-13


Dengan adanya tugas mewawancarai ini, Saya jadi lebih sadar akan pentingnya uang didalam kehidupan ini. Saya jadi merasa harus lebih bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah saya dapatkan, seperti keluarga yang lengkap, dan perekonomian keluarga yang cukup.

Setelah selesai mewawancarai penjual bakmi goreng pinggir jalan yaitu bapak Udin beserta kedua saudaranya yaitu bapak Oong dan adiknya yang paling kecil yaitu Kiki, Saya jadi sangat mensyukuri kehidupan saya selama ini. Bayangkan saja, sejak usia belia seperti 13-14an tahun, mereka sudah harus berjualan ditempat itu. Dan hal itu dilakukannya dari pagi hingga sore hari, hal tersebut jelas2 menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan.

Kalau saya ingat-ingat, saya sering kali tidak menghargai uang dengan baik. Saya sering kali membeli barang yang tidak terlalu diperlukan, yang akhirnya tidak berguna secara maksimal dalam kehidupan saya, dan sedangkan kalau dipikir, mana mungkin bapak Udin dan saudara2nya bisa melakukan hal itu, karena untuk sekolah saja tidak bisa. Saya akan berusaha untuk menghilangkan kebiasaan saya itu, karena sekarang saya sudah menyadari betapa pentingnya uang dan saya juga sudah bisa sedikit merasakan bagaimana kehidupan orang yang tidak memiliki perekonomian yang cukup.