Friday, April 25, 2008

Kehidupan Seorang Tukang Cat


Pada hari Rabu, tanggal 23 April 2008, kami menemui seorang tukang cat yang sedang bekerja di sebuah rumah. Dengan berbalut kemeja yang terkena cat putih dan celana panjang lusuh yang digulung, beliau menyambut kami dengan ramah. Kami pun meminta izin untuk mewawancarainya mengenai kehidupannya sebagai seorang tukang cat.

Beliau pun mulai bercerita mengenai kehidupan sehari-harinya. Namanya adalah Bapak Wahyu Santoso, usianya baru 35 tahun. Beliau sudah berkeluarga dengan tiga anak. Beliau mulai menjalani pekerjaan sebagai tukang cat pada usia 25 tahun. Hal tersebut dikarenakan keadaan ekonomi yang kurang mendukung sehingga Beliau terpaksa ikut temannya untuk mengadu nasib ke Jakarta. Awalnya beliau bekerja pada suatu proyek. Kemudian beliau terbesit untuk bekerja sebagai tukang cat dengan bekal pengalaman yang telah beliau miliki. Namun pekerjaannya ini hanya merupakan pekerjaan serabutan dimana kalau ada orderan beliau bekerja dan jika tidak maka beliau benar-benar tidak memiliki penghasilan. Maka beliau mempunyai prinsip untuk selalu meyisihkan hasil yang beliau peroleh, dimana berguna sebagai simpanan pada waktu beliau sedang tidak ada oerderan untuk mengecat, agar anak dan istrinya dapat tetap bertahan hidup.

Upah yang diperolehnya pada saat mengecat tidaklah seberapa, tergantung dari keadaan bangunan atau rumah yang akan ia cat. Apakah sedang atau parah, jadi tergantung medannya. Ya, kira-kira upah yang didapatnya sebesar Rp 75.000,00 per hari. Namun, dengan upah yang seadanya, ia tetap berusaha untuk bertahan hidup. Karena dalam pendiriannya Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak dapat di hadapi atau yang tidak sanggup dihadapi oleh umatnya. Ia yakin dan percaya bahwa Tuhan selalu ada menyertai hidupnya.

REFLEKSI SINGKAT ( AYU ) :

Setelah saya dan Patricia berbincang-bincang dengan Pak Wahyu, saya menjadi sadar bahwa masih banyak orang-orang yang lebih sulit, kekurangan secara materi. Namun, mereka tetap survive dan bertahan hidup dengan segala tuntutan hidup yang tinggi dan kebutuhan ekonomi yang banyak. Terlebih lagi Pak Wahyu harus mengidupi ketiga orang anaknya yang masih kecil. Saya menjadi semakin sadar bahwa kehidupan itu keras. Tetapi seberapapun sulitnya kehidupan ini, semuanya tetap harus kita serahkan kepada Tuhan, kita tetap harus percaya bahwa tuhan selalu ada bersama kita. Seperti pak wahyui yang yakin bahwa Tuhan selalu menyertai nya, padahal beliau hidup dalam kekurangan, tetapi beliau tetap yakin adanya Tuhan, kita yang masih diberikan kecukupan, masih dapat bersekolah tanpa pusing memikirkan biaya, harus menjadi orang yang pandai bersyukur. Berterimakasih kepada Tuhan atas segala nikmat dan karunia yang Tuhan berikan .

Refleksi (Patricia):

Dari hasil wawancara tadi dengan seorang tukang cat tersebut, saya semakin lebih menghargai jerih payah orang lain terutama orang tua saya yang masih bisa menghidupi keluarga saya setiap harinya sampai saat ini, melihat bahwa ada orang lain yang belum tentu mendapatkan penghasilan tiap harinya. Saya juga merasa bahwa uang yang kita miliki sekarang harus kita jaga sebaik-baiknya dan kalau perlu kita sisihkan karena kita tidak tahu kapan saat nya kita membutuhkan uang tersebut. Terlebih, masih banyak orang yang disekitar kita yang untuk memenuhi kebutuhan pada hari itu saja belum bisa. Oleh karena itu saya benar-benar merasa bersyukur kepasa Tuhan YME karena Ia masih memberikan saya anugrah yang cukup berlimpah saat ini.

Disusun oleh

Ayu Pramesti X1-02

Patricia margaretha X1-21

No comments: