Wednesday, April 23, 2008

Memahami Kehidupan Seorang Pedagang Kecil

RELIGIOSITAS

Dibuat oleh:

* Elisabet I.W.(Eliz) X-1/04


* Giovanny (Vanny) X-1/09



“Pengennya enak, dagangan laku, rame yang beli”, tutur Ibu Mumun seorang pedagang makanan ringan disela-sela keramaian lalu lintas depan sekolah ST.Maria Fatima, Jatinegara Barat No.122. Selasa, 22 April 2008 yang lalu, kami mewawancarai seorang Ibu pedagang kaki lima bernama Ibu Mumun. Ibu Mumun adalah salah seorang pedagang kecil yang berjualan didepan gerbang sekolah tersebut. Walaupun memiliki pekerjaan, namun hidup sehari-hari Ibu Mumun sangat berat. Ibu dari 3 anak ini sudah berjualan makanan ringan di depan sekolah St.Maria Fatima sejak tahun 1995. Saat kami menanyakan mengapa beliau m

emilih pekerjaan itu, beliau menjawab sembari tertawa kecil, menurut pengakuan Ibu kelahiran Jakarta ini tidak ada banyak pilihan bagi dirinya untuk menjalani hidup di kota Jakarta.”Kalau tidak jualan disini tidak ada tempat lagi”, akunya lugu, beliau menuturkan bahwa menjual makanan ringan adalah salah satu usaha alternatif jika ingin berhasil berdagang didepan sekolah.


Walaupun pendapatannya tidak menentu tetapi Ibu yang murah senyum ini pantang menyerah. Bagi dirinya dan keluarganya yang tinggal di sekitar wilayah Jatinegara tersebut, beliau harus terus berjualan setiap harinya tanpa mengenal lelah.”Soalnya Bapak udah gak kerja, kalau saya gak jualan nanti gak bisa makan”,sahut beliau diselingi senyum lirih. Pendapatan Ibu Mumun yang rata-rata berkisar a

ntara 100-200 ribu rupiah setiap bulannya mau tidak mau harus dijadikan sebagai tonggak utama perekonomian keluarga beliau.”Cukup atau tidak ya dicukup-cukupin”, katanya sambil tersenyum.

Sebenarnya Ibu Mumun memiliki keinginan untuk berganti usaha, namun karena tidak memiliki modal niat tersebut terpaksa diurungkan.”Seandainya kalau suatu hari nanti punya cukup modal, Ibu mau berganti usaha apa?”, Tanya kami lebih lanjut,”Yah, apa saja, nanti lihat saja dulu”, jawabnya yang lagi-lagi disertai tawa.

Kehidupan sehari-hari Ibu Mumun sebagai penjual makanan ringan tentu diwarnai dengan banyak peristiwa suka dan duka, salah satunya adalah polisi yang menertibkan pedagang kaki lima atau yang lazim kita kenal dengan sebutan ‘Kantib’. Setiap harinya sekitar pukul 11 siang hari ,para petugas Kantib ini berpatroli didepan sekolah ST.Maria Fatima, jika para petugas ini sudah mulai terdengar kehadirannya maka para pedagang kaki lima termasuk Ibu Mumun segera mendorong semua dagangan mereka ke dalam halaman parkir sekolah ST.Maria Fatima, syukurlah pihak sekolah memberikan ijin dan perlindungan bagi para pedagang malang tersebut. Bahkan terkadang para satpam sekolah terlihat berjaga di gerbang sejolah untuk membantu para pedagang memasukan barang-barang begitu pula para orang tua murid dan tukang parker sekolah, sungguh sebuah pemandangan yang mengharukan.

Begitulah sekilas kehidupan Ibu Mumun, seorang wanita yang berumur lebih dari setengah baya namun memiliki semangat yang membara dan mental baja. Wanita yang walaupun mengalami penderitaan karena keterbatasan ekonomi namun tetap menghiasi kesehariannya dengan sebuah senyuman yang tulus dari hati.





REFLEKSI

Oleh: Elisabet I.W.(Eliz)

X-1/04.

Setelah menemui seorang yang begitu gigih menghadapi kehidupannya dalam kemiskinan materi, saya menjadi lebih menghargai kehidupan saya sekarang ini yang walaupun tidak bisa dikatakan mewah namun tidak kekurangan, saya menyadari akan sulitnya mendapatkan benda bernama uang yang kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya menjadi lebih memahami bahwa hidup ini tidak mudah dan butuh kerja keras, tanpa usaha dan jerih payah kita tidak mampu memenuhi kebutuhan kita yang semakin lama semakin bertambah, bahkan hanya untuk makan sehari-hari.

Kehidupan yang kita alami sekarang mungkin tidak selamanya tetap seperti sedia kala , kehidupan akan berubah seiring berjalannya waktu, semuanya berkembang dan terkadang berubah, bisa menjadi lebih baik bisa pula sebaliknya, kehidupan merupakan misteri yang tiada dapat diselami oleh akal budi manusia. Karenanya saya menjadi sadar bahwa hidup sekarang haruslah digunakan sebaik-baiknya, saya menyadari bahwa mungkin hidup saya nanti akan berubah, entah menjadi lebih baik atau justru semakin menjadi buruk, tidak ada yang tau pasti, yang jelas berubah berarti tidak sama seperti yang sekarang ada, karena itu hidup kita yang sekarang ini harus lebih kita syukuri dan kita pergunakan sebaik-baiknya.

Terkadang memang kehidupan tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, seperti Ibu Mumun contohnya. Tidak ada seorangpun yang ingin berada dalam jurang kemiskinan dimana segalanya terasa begitu berat dan sulit diraih, namun dari kacamata Ibu Mumun yang memandang segala kejadian dalam hidupnya dengan penuh syukur, hal itu bukanlah masalah yang perlu dipusingkan terus, beliau seolah menyadarkan saya bahwa kehidupan itu untuk dijalani dengan penuh usaha dan kerja keras bukan untuk diratapi dan ditangisi.

Apa yang kita miliki saat ini adalah hasil dari kerja keras dan keringat orang tua kita karena itu kita harus dapat menghemat dan menghargai semua barang-barang yang disediakan bagi kita sekarang, termasuk menghemat uang.Saya juga menjadi lebih mengerti bahwa semua kejadian yang kita alami harus selalu disyukuri, saya seperti diajari untuk lebih mensyukuri semua yang diberikan Tuhan bagi saya, baik dalam suka maupun duka karena masih banyak orang yang lebih menderita daripada saya.Satu hal lagi yang saya dapatkan adalah senyuman merupakan obat yang manjur untuk menghapus duka dan penderitaan yang kita alami, hendaknya kehidupan ini kita jalani dengan penuh rasa syukur dan dihiasi dengan senyuman.

No comments: