Meiska Apriliana X1-17
Ursula Adeodata X1-27
Ini adalah kisah perjuangan hidup seorang bapak bernama Pak Maslan. Kami menemui Pak Maslan di depan komplek perumahan Pondok Timur Mas Bekasi. Beliau kehilangan satu kakinya dan harus mempergunakan tongkat. Sehari-harinya Pak Maslan bekerja sebagai seorang tukang tambal ban dan sudah 23 tahun menjalani profesi ini. Awalnya, kios tambal ban bapak tiga orang anak ini berada di depan sebuah klinik bersalin. Namun, karena adanya pembangunan ruko maka kios tersebut mau tidak mau ditutup. Tapi, karena tuntutan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan ketiga anaknya, Pak Maslan akhirnya berusaha mencari lahan baru untuk membuka kios tambal ban.
Dari pekerjaan tersebut Pak Maslan memperoleh penghasilan yang tidak tetap. Sekitar Rp 50.000,- sampai Rp 60.000,- "Uang segitu mah dicukup-cukupin aja buat sehari-hari," katanya dengan logat batak yang masih kental. Menurutnya, untuk uang jajan anaknya setiap hari saja dijumlah sudah Rp 30.000,- ditambah uang belanja jadi sekitar Rp 60.000,-
Istrinya kini ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di salon milik adiknya. Anaknya yang paling besar ikut membantu usahanya di kios tambal ban dengan berdasar ilmu yang dia peroleh dari STM. Kedua anak perempuannya masih terbilang kecil untuk ikut membantu usahanya. Kios tersebut buka dari pukul 07.00 sampai 18.30 WIB, anak sulungnya membantu di pagi hari karena anaknya mengikuti pelajaran di sekolah pada sore hari.
Pak Maslan tidak menuntut banyak dari lokasi kios tambal ban yang baru walau hanya mengandalkan dari kendaraan bermotor yang melintas di depan kiosnya. Karena, lokasi kiosnya yang baru kurang strategis.
Hebatnya, Pak Maslan ternyata sangat percaya bahwa apa yang beliau dapatkan sampai hari inisemuanya sudah diatur oleh Tuhan. Bahkan, saat kami memuji perjuangannya Pak Maslanbersikap rendah hati dan berkata, "Yah bukan saya yang hebat. Tapi Tuhan! Dia yang ngatur inisemua tinggal gimana kita ngejalaninnya" sambil tersenyum.
Refleksi Oleh Fania
Istrinya kini ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di salon milik adiknya. Anaknya yang paling besar ikut membantu usahanya di kios tambal ban dengan berdasar ilmu yang dia peroleh dari STM. Kedua anak perempuannya masih terbilang kecil untuk ikut membantu usahanya. Kios tersebut buka dari pukul 07.00 sampai 18.30 WIB, anak sulungnya membantu di pagi hari karena anaknya mengikuti pelajaran di sekolah pada sore hari.
Pak Maslan tidak menuntut banyak dari lokasi kios tambal ban yang baru walau hanya mengandalkan dari kendaraan bermotor yang melintas di depan kiosnya. Karena, lokasi kiosnya yang baru kurang strategis.
Hebatnya, Pak Maslan ternyata sangat percaya bahwa apa yang beliau dapatkan sampai hari inisemuanya sudah diatur oleh Tuhan. Bahkan, saat kami memuji perjuangannya Pak Maslanbersikap rendah hati dan berkata, "Yah bukan saya yang hebat. Tapi Tuhan! Dia yang ngatur inisemua tinggal gimana kita ngejalaninnya" sambil tersenyum.
Refleksi Oleh Fania
Saya kagum dengan perjuangan Pak Maslan yang selama 23 tahun membuka kios tambal ban untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Dengan keadaan fisiknya yang terbatas, Pak Maslan tetap tekun bekerja demi keluarganya dan untuk menyekolahkan ketiga anaknya. Beliau begitu ramah dan terbuka saat kami wawancarai walaupun masih ada perasaan tidak enak untuk memberi pertanyaan yang lebih lanjut. Selain itu, Pak Maslan tidak merasa terbebani dengan pekerjaan dan tuntutan hidupnya. Beliau begitu sederhana. Dengan penghasilannya yang tidak seberapa, beliau berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selain itu, Pak Maslan begitu dekat dengan Tuhan. Segala sesuatunya beliau serahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Pak Maslan tidak lupa dan tidak meninggalkan identitas dirinya sebagai orang Kristiani. Dari kisah tersebut, banyak sekali pelajaran hidup yang saya peroleh. Pertama, bagaimana sikap kita dalam menerima keadaan diri kita apa adanya dan cara kita dalam menutupi kekurangan kita dengan kelebihan yang kita miliki. Kedua, kegigihan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup dengan bijaksana. Ketiga, menjalani hidup dengan senyuman sehingga segala sesuatunya tidak menjadi beban.
Refleksi Oleh Meiska
ban yang yang Saya sangat terkesan dengan semua usaha dan jawaban-jawaban dari Pak Maslan. Dari wawancara ini saya menjadi tersadar bahwa betapa berat perjuangan untuk bertahan hidup, sedangkan banyak sekali di zaman sekarang ini yang hidup hanya untuk berfoya-foya menghabiskan uang tanpa sama sekali memikirkan bagaimana beratnya memperoleh uang tersebut. Dari sini juga saya disadarkan dengan perkataan Pak Maslan tentang kasih Tuhan yang telah memberinya semua ini. Padahal jika kita lihat, Pak Maslan hanyalah seorang tukang tambal ban kehilangan satu kakinya dan dengan begitu beliau tidak mampu melakukan banyak hal yang orang-orang normal dapat lakukan. Beliau juga menyadarkan saya bahwa Tuhan memberi dan merencanakan segala sesuatunya untuk kita, tinggal bagaimana kita berusaha untuk mendapatkan yang terbaik, dan apa pun yang terjadi dalam hidup kita hendaknya dijalani dan disyukuri. Mulai dari sini pula, saya akan lebih menghargai semua yang Tuhan berikan, orang-orang di sektar saya terlebih orang-orang yang menderita dan kesulitan. Sebab menurut saya, sosok Pak Maslan sangatlah membuka mata saya tentang beratnya perjuangan hidup orang yang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak seharusnya kita merendahkan orang-orang seperti Pak Maslan dengan segala kekurangannya.
*FMproduction@bekasi*
No comments:
Post a Comment