Kali ini kisah tentang seorang tukang tukang sampah bernama Sadiman. Kami baru saja menemuinya di dekat rumah Vanessa, di daerah Mangga Besar. Laki-laki yang berumur 51 tahun ini semangat sekali ketika tahu kami akan mewawancarainya. Beliau lahir di Jakarta, 12 April 1957 dan tinggal di Mangga Besar. Ia sudah mempunyai keluarga, dengan satu orang istri dan empat orang anak, dua sudah menikah dan sudah memiliki tiga orang cucu. dua orang anaknya ada yang pernah bersekolah sampai tamat SMP dan dua orang lagi tamatan SD.
Bapak Jimbrong (nama bekennya di daerah Mangga Besar) berpenghasilan tidak tetap. Kalau sedang beruntung, beliau dapat mengumpulkan Rp20.000,- per harinya, tapi penghasilanya tidak tetap. Terkadang hanya dapat hanya sepluh ribu. Kalau sedang tidak beruntung, sepuluh ribupun tidak sampai. Penghasilannya beliau kumpulkan untuk biaya sekolah anaknya (ketika anaknya masih bersekolah) dan sekarang juga untuk membiayai anaknya yang masih belum menikah, kadang-kadang juga untuk membantu anaknya yang memiliki anak berumur 1 tahun dan butuh banyak keperluan, seperti susu dan makanan balita contohnya. Untuk masalah dapur, beliau dan istrinya siap menerima pekerjaan apapun untuk membeli makanan, contohnya saja menjadi kuli bangunan. Tapi, jika tidak ada panggilan, beliau bisanya mengumpulkan puing-puing bangunan untuk dijual ke tukang loak. ”Lumayan lah hasilnya, cukup untuk makan” kata beliau. Sebenarnya harapan beliau tinggal di Jakarta ini, adalah memperoleh penghasilan yang stabil, dan setidaknya cukup untuk makan.
Kami bertanya, apakah cukup penghasilan dua puluh ribu sehari sedangkan kebutuhan hidup keluarganya cukup besar dengan anak dan cucunya. ”Yahh.... cukup-cukupin lah, yang penting kerja keras untuk anak-anak”, jawabnya tabah.
Hal yang menyenangkan dari Pak Jimbrong adalah beliau adalah seorang yang lucu dan jenaka, walaupun hidupnya susah, beliau masih dapat tertawa dan merasa bahagia. Dan beliau sangat ramah.
REFLEKSI YURIKE X1/32Saya menjadi lebih bersyukur setelah mengetahui lebih jauh tentang Pak Jimbrong. saya terharu dengan tekadnya yang kuat untuk bekerja dengan sungguh-sungguh demi keluarganya. saya sempat bertanya "Pak, apa gak bau kerja ngurusin sampah terus?" dan beliau menjawab dengan tenang " Yahh, mau gimana lagi, saya hadapi aja semaunya, mau gak mau.". kalau saya bandingkan dengan anak remaja zaman sekarang, jauh berbeda sekali semangat yang dimiliki Pak Jimbrong dengan mereka, termasuk saya. Saya merasa kalau selama ini Tuhan baik sekali kepada saya dan keluarga saya. Tuhan telah memberikan berkah berlimpah sehingga saya dapat sekolah sampai tingkat SMA di sekolah yang cukup terpandang.
Selain itu, pak Jimbrong juga mengajarkan saya secara tidak langsung agar dapat selalu memaknai hidup. agar dapat tahu bagaimana menikmati kehidupan, dengan berkah yang Tuhan berikan kepada saya. Tidak terlalu menuntut orang tua untuk sesuatu yang kurang diperlukan, karena mencari uang tidak semudah yang kita lihat, kita harus bekerja keras untuk itu dan kita juga harus menggunakannya secara bijaksana. Terima kasih Pak jimbrong, Tuhan memberkati.
REFLEKSI VANESSA X1/29
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih pada Ibu Cecil karena telah memberikan tugas ini. Jujur, dengan adanya tugas ini, mata saya menjadi terbuka, dengan mengetahui segala kehidupan Pak Jimbrong sehari-harinya. Pertama saya pasti merasa sangat bersyukur. Apalagi ketika dia mengatakan bahwa penghasilannya tidak tetap per harinya. Dan ketika mengatakan hal itu dia masih bisa tersenyum dengan tulus dan bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang. Saya menjadi bersemangat kalau melihat orang-orang yang seperti itu.Saya juga berniat merubah cara hidup saya yang sekarang setelah mendengar semua cerita dari Pak Jimbrong. Sebagai anak, saya akan berusaha untuk tidak pernah mengeluh lagi untuk hal-hal kecil seperti soal makanan, soal barang-barang yang hilang, soal pergi ke gereja, dan lain-lain. Saya akan lebih mensyukuri, semua yang Tuhan telah berikan kepada saya sekarang ini. Sebagai seorang pelajar, saya juga akan berusaha untuk belajar lebih rajin karena dengan itu berarti saya telah bersyukur telah bisa bersekolah dengan baik tanpa kekurangan suatu apapun. Setelah mendengar cerita tentang anak-anaknya yang putus sekolah karena tidak adanya biaya, saya menjadi merasa malu karena sudah malas belajar selama ini, padahal saya sudah diberikan segalanya yang mencukupi untuk sekolah.
Pertemuan saya dengan Pak jimbrong saya sadar akan berharganya hidup, apalagi yang sudah diberi kemudahan seperti saya sekarang ini. Sekarang saya akan berusaha sebaik mungkin untuk lebih mensyukuri hidup dan tidak lagi banyak mengeluh.
No comments:
Post a Comment