Thursday, April 24, 2008

Laporan wawancara Abeth (5) Celine (7)



Di sela-sela kemewahan gedung-gedung bertingkat pusat perbelanjaan yang cukup terkemuka di kawasan Jakarta Barat, Mbah Menu (58) tengah menata kotak-kotak berisi kue pisang diatas sebuah gerobak tua yang sehari-hari menjadi temannya untuk mendapat sesuap nasi.

Yahh nduk…saya ini kan hanya pedagang kecil, kalo bisa makan buat sehari-hari saja sudah allhamdulilah…”. Kata-kata inilah yang muncul ketika kami mewanwancarainya di sekitar pemukiman kumuh dibelakang kemewahan gedung bertingkat Mall Taman Anggrek dan Mall Ciputra, Kamis 24 April 2008 yang lalu.

Setiap harinya Mbah Menu menjajakan kue pisang dengan gerobaknya dari pukul 7 pagi hingga pukul 9 malam. Nenek yang mempunyai 5 anak dan 4 cucu ini sekarang menggantikan pekerjaan anaknya yang tidak dapat berjualan karena harus mengurus bayi yang masih sekitar 2-3 bulan. Beliau memulai pekerjaan ini masih belum lama, dimulai pada bulan Februari yang lalu sejak anaknya melahirkan seorang bayi laki-laki. “Biasanya mbah dirumah nduk, ini mumpung anak mbah sedang ngurus bayi saja,” tuturnya ramah. Mbah Menu dengan tabah menjalani profesi ini karena tuntutan kebutuhan yang semakin banyak. Di usianya yang sudah tua, ia masih harus membiayai seorang anaknya yang belum berumah tangga. Ia pun hanya tersenyum ketika kami bertanya mengenai kehidupan dan pekerjaan yang sebenarnya diinginkan. “Lha wong mbah ini sudah tua, cuma orang ngga punya…yang bisa dikerjakan yaa cuma jualan saja,” katanya sambil tersenyum lirih.

Dari pekerjaan tersebut, mbah Menu setiap harinya mendapat keuntungan rata- rata sekitar Rp 30.000,00/kotak. Kalau dagangan sedang laris bisa saja sampai laku 8 kotak. Tetapi jika sepi atau sedang tanggal tua biasanya hanya bisa laku sekitar 3-4 kotak. Sebelum berjualan, biasanya beliau mengambil kue pisang tersebut dari sebuah agen kemudian baru menjajakannya di gerobak. Hasil yang didapat juga tidak tentu, tergantung ramai tidaknya pembeli. “Pinginnya sii laris terus biar untungnya juga banyak, tapi kalau tanggal segini biasanya sepi…yaa ngga tentu dapet untung berapa, kalau lakunya sedikit, cuma bisa buat makan hari ini saja,” katanya.

Namun demikian, ia tetap tabah dan sabar hidup dalam keadaan seperti itu. Pekerjaan ini pun tentu saja diwarnai dengan suka duka. Mbah Menu mengatakan bahwa sukanya ketika dagangan sedang laris. “Senengnya kalo tanggal muda nduk, dagangan jadi laris…tapi kalau sedang sepi yaa namanya pedagang ngga bisa sedih,” ujarnya. Percaya dan bersyukur kepada Allah merupakan pegangan hidup baginya. Bebannya kini tidak terlalu berat dibandingkan dengan yang dulu, hal ini karena keempat anaknya sudah berumah tangga dan dapat mencari nafkah sendiri untuk keluarganya. “Sekarang mbah cuma bisa begini saja nduk, lhaa wong mbah ini sudah tua…yang penting percaya saja sama yang diatas,” tuturnya sambil tersenyum.


No comments: