Refleksi Religiositas
Pelajaran religiositas ini saya mewawancarai seorang ibu yang bernama Ibu Mumun. Beliau ini seorang penjual makanan kecil di depan sebuah sekolah. Dari wawancara tersebut, saya jadi mengetahui bahwa di luar
Saya, dan juga banyak anak-anak lain, yang hidupnya bisa dikatakan mapan, malah sering tidak menghargai uang hasil kerja keras orang tua kita. Misalnya, kita sering membeli barang-barang yang menurut kita lucu atau bagus, tetapi sebenarnya tidak terlalu penting untuk kita. Karena kita sering berpikir ‘Ah, nanti gue masih dapet uang lagi kok, dari bokap nyokap gue.’ Padahal sebenarnya, kita bisa menabung uang yang tidak terpakai itu untuk keperluan yang lebih mendesak lainnya. Atau sebenarnya, bisa saja kita berpikir untuk menyumbangkan uang tersebut daripada harus menghambur-hamburkannya.
Kita masih hidup enak sebenarnya, semua serba ada dan berkecukupan, tanpa kita harus bekerja keras dan meninggalkan sekolah kita. Sedangkan Bu Mumun dan keluarganya harus serba kekurangan walaupun telah disertai dengan kerja keras. Belum lagi kalau barang dagangannya disita oleh petugas kamtib yang senantisa datang tiap hari, sehingga mereka harus bersembuyi sementara. Dengan wawancara tersebut, saya jadi menyadari betapa susahnya untuk mencari uang, dan betapa beratnya perjuangan yang harus dilakukan. Saya juga jadi lebih menghargai uang yang saya miliki. Yang tadinya saya berpikir ‘Ah, cuma berapa ribu ini, nggak apa-apa deh’, sekarang saya menjadi berpikir untuk menyimpan uang tersebut, yang lama-lama kalau dikumpulkan terus menjadi sejumlah uang yang lumayan banyak.
Atau kadang sebagian dari kita juga berpikir bahwa orang tersebut menjadi miskin atau menjadi orang yang tidak mampu memang karena kemalasan mereka saja. Tetapi beliau ini yang menjadi bukti bahwa tidak selamanya orang yang tidak mampu itu malas, dan tidak selamanya juga orang miskin itu akan menjadi orang yang kaya dan berkecukupan.
Giovanni
X1-9
1 comment:
You are cool
Post a Comment